Sudah lama sebenernya aku pengen nulis
topik ini. Karena terlalu lama nunggu sumber infornya. Tapi syukur, akhirnya
bisa juga terbit di blog tercinta.
Dulu waktu aku masih kecil, sering
sekali melihat simbahku (eyang putri) menggosok-gosokkan bulatan berwarna coklat
yang kemudian membuat gigi dan mulut beliau jadi menguning. Yang ada di
pikiranku kala itu hal tersebut terkesan jorok dan memalukan karena membuat
gigi jadi kuning. Gigi kan harusnya putih bersih, ini kenapa kuning bahkan
sampai kemerahan gitu?
Baru aku tahu, kegiatan tersebut
ternyata hal yang dinamakan “nginang”. Entah dari mana dan bagaimana kegiatan
tersebut berasal. Tapi di balik kesan joroknya kegiatan tersebut, ternyata
nginang memiliki banyak manfaat.
Bahan buat nginang sendiri terdiri
atas daun sirih (suruh- Jawa), gambir, enjit atau apu, serta daun tembakau.
Daun sirih dan tembakau mungkin tidak perlu lagi aku deskripsikan karena kita
sudah banyak tahu bagaimana wujudnya. Namun, untuk gambir dan enjit/apu,
bagaimana sih bentuknya? Gambir yang digunakan untuk nginang berasal dari getah
pohon gambir yang banyak tumbuh di daerah Kalimantan. Gambir berbentuk seperti
kemenyan, dengan tekstur yang hampir sama tetapi lebih lunak. Gambir berwarna
coklat dan berasa pahit. Sedangkan enjit atau apu memiliki tekstur seperti
pasta, berwarna putih, dan memiliki rasa pedas seperti mint. Dulu aku pikir,
enjit atau apu ini adalah remason (merk salah satu balsam yang terkenal di
zamannya) karena sering ditaruh di kemasan yang sama dengan aroma yang sama
pula. Itulah bahan-bahan yang digunakan untuk nginang.
Nginang adalah kegiatan harian seperti
makan, minimal tiga kali sehari J
Meskipun terkesan jorok, namun
kegiatan ini mampu memberikan banyak manfaat, terutama bagi kesehatan gigi dan
mulut. Manfaat yang diberikan dari nginang antara lain membersihkan gigi,
merawat dan mencegah gigi dari berbagai penyakit, menguatkan email gigi serta
mencegah bau mulut. Nginang juga memberikan efek warna kemerahan pada bibir
sehingga orang zaman dulu melakukan nginang untuk pengganti lisptik. Nginang
sendiri digunakan orang zaman dahulu sebagai kegiatan pengganti gosok gigi.
Jadi, mereka tidak perlu gogok gigi dua kali sehari dengan sikat gigi, cukup
dengan nginang dan gigi bebas dari kuman.
Manfaat nginang dalam menjaga
kebersihan gigi dan mulut memang benar karena dilihat dari bahan-bahan untuk
nginang sendiri. Contohnya seperti daun sirih, kandungan berbagai zat yang
dimiliki oleh daun sirih memang bermanfaat untuk zat antiseptik. Atau apu yang memiliki
zat aktif untuk memperkuat email gigi.
Namun, di balik manfaat yang ada dalam
kegiatan nginang, ternyata nginang juga memiliki efek negatif. Efek negatif
yang ditimbulkan oleh nginang adalah menimbulkan warna kehitaman pada gusi
serta kecanduan atau ketagihan seperti halnya yang terjadi pada pecinta rokok.
Efek ketagihan ini disebabkan oleh tembakau yang digunakan para penginang.
Tembakau yang digunakan dalam nginang memiliki perbedaan dengan tembakau yang
digunakan untuk merokok. Tembakau untuk menginang memiliki kualitas di bawah
tembakau rokok. Tapi ada tembakau nginang yang dianggap baik, yaitu tembakau
ampenan yang berasal dari daerah bernama Ampenan.
Menginang sendiri lebih banyak
dilakukan oleh kaum hawa daripada kaum adam. Dan paradigma yang ada, nginang di
zaman sekarang hanya dilakukan oleh para usia lanjut. Karena para penginang
umumnya sudah berusia lanjut yang notabene sudah tidak bergigi, kegiatan
nginang dilakukan dengan bantuan duplak. Duplak adalah semacam cobek yang
digunakan untuk menumbuk bahan-bahan untuk nginang. Duplak terbuat dari bahan
bambu berukuran tinggi sekitar 10 cm disertai penumbuknya. Jadi, buat para
penginang yang sudah nenek-nenek tidak kesulitan kalau mau nginang.
Setiap orang memiliki rumusnya
masing-masing untuk menciptakan komposisi rasa susur (bahan nginang) yang pas.
Kombinasi yang tepat akan menciptakan rasa yang tepat pula.
Tambahan untuk bahan nginang, ada yang
suka menambahkan biji pinang dan wewangian bunga kantil (bunga khas Jawa
Tengah) yang dibubuhkan di tembakau. Semua tergantung selera si penginang.
Untuk menemani aktivitas nginang,
biasanya ditemani dengan cempolong atau tempolong untuk menampung ludah
penginang. Hal ini memang terkesan jorok tetapi lebih baik daripada membuang
ludah sembarangan.
Di balik manfaat dan kerugian dari
nginang. Sekarang jadi pilihan Anda untuk melakukannya atau tidak. Karena
selain di Jawa, ternyata kagiatan mirip nginang juga ditemukan di Batak dan di Asia
Timur. Semua tergantung pilihan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar