Di balik kesuksesan seorang anak adalah pendidikan yang
diberikan oleh orang tuanya, ibu dan ayahnya. Sekarang aku akan sedikit
bercerita tentang seseorang yang inspirasional, mampu memberikan pendidikan, dan
sampai kapan pun akan dikenang. Beliaulah ayahku, bapak kandungku yang
kelembutannya tak sedikit pun mengurangi kegagahannya.
Aku biasa memanggilnya dengan Bapak, namanya Bakri, berasal
dari bahasa arab bakhri yang berarti lautan luas. Beliau terlahir dan
dibesarkan di Jepara pada 10 Januari 1947 dari pasangan Mbah Pawiro Mukhsin dan
Nyai Basinah. Ayahku merupakan anak keempat dari Sembilan bersaudara.
Sebagai seorang ayah beliau sangat inspirasional,
kepribadiannya banyak menjadi contoh bagi putra-putrinya, termasuk diriku.
Untuk kepribadiaanya yang baik itulah beliau menjadi sosok yang dihormati di
lingkungannya.
Terlahir dengan nama Bakri yang berasal dari bahasa arab,
bakhri, yang berarti lautan luas. Ayahku memang memiliki hati seluas lautan.
Kesabarannya dalam menghadapi setiap masalah dan cobaan tiada batas. Kalau
diingat-ingat, sejak kecil sampai sekarang ayahku tidak pernah sekali pun
memukulku untuk kesalahan yang aku perbuat. Beliau memarahi putra-putrinya
dengan nasihat, paling hanya sekali dua kali dengan nada keras kalau dirasa
perlu. Luas hatinya juga beliau tunjukkan dengan sikapnya yang selalu mengalah
dalam banyak urusan. Karena prinsipnya “Sopo sing wani ngalah, luhur ing
wekasan” yang artinya siapa yang berani mengalah akan memetik hasil yang baik.
Dan hal itu sudah beliau buktikan dalam banyak hal.
Sebagai seorang laki-laki, suami dari ibuku, ayahku
tergolong orang yang romantis. Pernah dituturkan oleh ibu, ketika menunaikan
ibadah haji setiap ada jatah makanan yang harus diambil, ibu tidak perlu
capai-capai mengantre makanan itu sebab ayahku selalu sedia mengantre dan
mengambilkan makanan untuk ibu di tengah cuaca Arab yang tak bersahabat. Hal
tersebut tidak dilakukan oleh semua suami yang ada pada waktu itu, tambah
ibuku. Dan sering kudengar sendiri, ayahku memang suka memuji kecantikan ibuku
meskipun dengan nada malu-malu. Sebagai seorang suami, ayahku memang luar
biasa, tidak pernah sekalipun mencela apalagi menolak apa yang ibuku masakkan
untuknya. Beliau selalu menghabiskan makanan yang dimasak oleh ibu.
Ayahku sosok yang ramah bagi semua orang. Setiap ada tamu,
meskipun yang belum dikenal sekalipun, beliau selalu menunjukkan keramahannya.
Mungkin itulah sebabnya beliau mempunyai banyak relasi, baik dari kalangan pejabat, bos
perusahaan besar, sampai tukang becak sekali pun. Sikapnya yang ramah dan santun
membuatnya dipercaya oleh banyak orang, beliau juga jujur sehingga sampai
sekarang pun dipercaya oleh orang asing untuk mengelola lapangan golfnya.
Beliau bukan orang yang pendendam. Meskipun sering disakiti
hatinya oleh keluarga dan kerabatnya sendiri, ayahku tidak pernah sekalipun
marah dan menyimpan dendam kepada orang-orang tersebut. Pernah suatu ketika
ayahku mempunyai usaha lahan parkir. Tanah kosong yang awalnya dipenuhi tanaman
liar disulapnya menjadi bersih dan tertata rapi, dibangunnya tenda-tenda untuk
penitipan motor. Bersama paman dan kakak iparku, beliau mengelola tanah milik
teman ayahku itu yang memang dititipkan kepada ayahku. Namun, suatu hari
seorang kerabat entah apa yang ada dipikirannya sehingga meminta lahan parkir itu
bisa dikelola olehnya, tentu dengan cara yang tidak baik, tetapi hal tersebut
akhirnya bisa diperolehnya. Dan untuk urusan tersebut, ayahku sama sekali tidak
marah apalagi menyimpan dendam. Namun, Allah Maha Adil. Ayahku justru
membantunya dikala dia mendapatkan musibah.
Ayahku sosok yang cerdas dan berjiwa seni tinggi. Kalau
orang-orang bilang tulisan tanganku bagus, rapi, dan selalu mendapat pujian
dari guru-guruku, mungkin itu salah satu keahlian ayah yang turun padaku.
Ayahku memang pandai menulis dengan indah dan rapi. Kegemaran ayah tiap sore
adalah mendengarkan langgem Jawa. Kecintaan terhadap wayang kulit dan hampir
semua kesenian Jawa membuat jiwa seninya melekat kuat. Daya ingat ayahku juga cukup baik, hampir semua mata pelajaran yang pernah beliau pelajari masih diingatnya.
Ayahku juga termasuk salah seorang yang menerapkan filosofi islam jawa dalam
kehidupannya. Meskipun sebagai bagian dari Muhammadiyah, ayahku memang bersikap
keras untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan ajarannya. Berbeda dengan ibu yang
lebih toleran karena ibuku dididik dari kalangan NU.
Sebagai anak laki-laki pertama dalam keluarganya, ayahku termasuk
orang yang dituakan. Beliau memang tergolong orang yang bijak. Karena
kebijaksanaannya, ayahku sering menjadi tempat untuk mencari solusi atas
masalah-masalah yang terjadi, terlebih dalam urusan keluarga besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar