Menurut Drs.
Sulchan Yasyin, penulis buku Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, seni adalah
sesuatu yang menggerakkan kalbu/hati. Aku setuju dengan pendapat beliau, ya,
dengan seni, hati kita memang dapat bergerak untuk memerintahkan otak melakukan
suatu respon. Respon yang positif atau negatif. Seni berhubungan dengan hati,
rasa, atau perasaan. Seni mengantarkan manusia menemukan sifat dan jati
dirinya.
Mempelajari
seni atau kesenian memang menyenangkan, termasuk bagiku. Dari kecil aku sudah
dikenalkan oleh kedua orang tuaku tentang seni, terutama kesenian tradisional,
seperti ketoprak, wayang kulit, tayub, dan gambus. Dan baru aku tahu, ternyata
bapakku sewaktu muda adalah salah satu seniman gambus di Jepara.
Sedikit
bercerita tentang pengalamanku berseni. Jiwa seniku sendiri telah terpupuk
sejak kecil, dari usia balita, tapi aku tidak tahu di usia berapa, yang aku
ingat hanya masa itu aku belum mengenyam bangku pendidikan taman kanak-kanak,
mungkin sekitar usia 3 atau 4 tahun. Seni lukis aku peroleh dari ibu dan
kakak-kakakku yang mengajarkanku tentang warna. Sedangkan untuk seni musik, aku
peroleh dari tetanggaku, Alm.Mas Pudin, yang mengajariku banyak nyanyian waktu
itu. Yang masih tertanam jelas dalam ingatanku, setiap pagi aku datangi
rumahnya untuk belajar lagu-lagu anak-anak dan dangdut 90-an diiringi keyboard
berwarna hitam. Berkat keterampilanku menyanyikan lagu-lagu dangdut, sewaktu
kecil aku sering diminta tampil di depan umum. Antara malu dan bangga. Malu kenapa harus dangdut, yang notabene genre tersebut sekarang mulai memperoleh
predikat miring. Dan bangga karena di usia yang masih sangat muda, aku sudah
berani tampil di depan umum.
Menginjak
taman kanak-kanak, aku mulai suka menggambar, dan mulai berani bermain warna
setelah masuk sekolah dasar. Dan di usia sekolah dasar itulah, aku belajar
banyak tentang seni dan mulai mengeksplor apa yang aku punya. Aku belajar
kaligrafi arab, ikut bergabung dalam grup rebana sebagai vokalis dan sesekali
belajar nabuh terbang, aku juga jadi tahu lebih banyak tentang lukisan berkat
guru sekolahku, mulai ikut-ikutan lomba melukis dan mewarna dari tingkat desa
sampai kabupaten. Beberapa kali menyabet juara. Pernah juga menjadi juara
harapan pada lomba rebana tingkat kabupaten. Aku mulai kenal lagu-lagu pop. Dan
aku menjadi fans penyanyi sholawat Haddad Alwi dan Sulis, sampai-sampai aku
mengoleksi semua album kaset yang mereka rilis.
Di usia SMP,
aku belajar bertilawah, selain di tempat ngaji di rumah, di sekolah aku juga
bergabung dengan kelompok MTQ. Aku juga tergabung dalam tim paduan suara. Dan
bersyukur, berkat lomba story telling yang meskipun hanya menduduki peringkat
4, aku dipercaya menjadi MC pelepasan wisudawan, kata guruku aku terpilih
karena vocalku yang bagus. Kemampuanku membuat kaligrafi aku latih untuk menulis
kaligrafi latin. Semenjak itu, aku dipercaya menjadi ketua tim lomba K3 antar
kelas, dari kelas 1 SMP bahkan sampai SMA. Dan dipercaya juga oleh OSIS SMP
untuk menjadi ketua redaksi madding sekolah dan menjadi Kabid Seni OSIS. Dan di
bidang lukis dan kaligrafi ini, aku sering sekali menjuarai lomba lukis dan
kaligrafi dalam event sekolah, seperti classmeeting. Bahkan untuk lukis, aku
pernah menjadi juara di tingkat kabupaten. Selain itu, aku juga belajar seni
bela diri karate, ya meskipun harus puas dengan sabuk putih, karena aku harus
berhenti latihan gara-gara jamnya yang bentrok dengan latihan pramuka. Aku juga
belajar seni ukir yang menjadi muatan lokal sekolah, dan hasil karyaku bisa
dibilang menjadi karya paling laris saat pameran di sekolah. Dan berkat
kurikulum, aku juga belajar membaca not balok, seni rupa, dan belajar bermain
seruling.
Ketika SMA,
aku mencoba ikut kegiatan seni, ada paduan suara dan juga teater. Namun,
keduanya tak sampai tamat sebab aku disibukkan di kegiatan lain, karena aku juga
aktif di kelompok karya ilmiah, pramuka, dan aku juga menjabat sebagai ketua
OSIS. Namun, aku sangat senang, karena kurikulum di sekolahku memberikan ruang
untuk siswanya tetap belajar seni. Aku belajar tari tradisional, modern dance,
dan seni membatik. Dan untuk seni tari, kelompokku harus mendatangkan pelatih
professional agar nilai kami maksimal. Namun sayang, semenjak SMA aku tidak
lagi menggeluti seni lukis. Aku beralih membuat puisi dan naskah drama
sederhana, yang dulu terkumpul banyak di PC yang sekarang sudah berpindah
tangan. Kegemaranku menulis puisi membawaku memperoleh juara 2 tulis puisi pada Pertinas Bahari di Situbondo. Tapi lagi-lagi berkat kurikulum, aku belajar seni proyeksi. Dan karena
itulah, aku sempat bercita-cita menjadi seorang arsitek. Selain karena gelar Ir
yang sama dengan Ir.Soekarno, idolaku, juga karena nilai seni dalam pekerjaan itu.
Sekarang aku
telah berada di bangku kuliah. Pengalamanku tentang seni telah bertambah
banyak. Masa-masa kuliah aku mempunyai lebih banyak ruang untuk berekspresi, aku biarkan diriku berkelana menjamah
banyak tempat yang kuanggap menginspirasi. Dari dulu hobiku memang jalan-jalan
atawa travelling. Dan sejujurnya aku lebih suka menghabiskan uangku untuk pergi
melancong ke tempat wisata daripada pergi ke mall atau bioskop untuk nonton
film. Aku suka Jogja, Bali, Bandung, dan Kuala Lumpur, kota-kota tersebut
bagiku sangat menginspirasi. Aku suka Paris dan aku berharap bisa segera
kesana.
Perjalanan
hidupku kukira memang tidak berjalan biasa saja, tetapi banyak lika-likunya.
Selain bertugas (belajar-red) aku juga menghabiskan waktuku untuk
bersosialisasi dengan banyak orang, dengan berorganisasi dan mengikuti berbagai
komunitas. Pengalamanku mungkin menjadi salah satu kunci agar bisa berhasil dan
survive dalam lingkunganku. Tapi jauh sebelum hadir pengalamanku, aku gunakan
seni untuk menaklukkan lingkunganku. Ya, menggunakan prinsip seni dalam hidup mutlak
perlu. Kalau kata Dik Doang, antara agama dan seni lebih dahulu muncul seni di
muka bumi, untuk itu gunakanlah seni untuk berdakwah, gunakanlah seni dalam
meraih ridlo Tuhan. Benar juga, sebelum mengenal agama, manusia terlahir dengan
seni, maka muncullah animisme-dinamisme dimana manusia menyembah roh-roh dan
patung/berhala dengan berbagai kata-kata atau mantra, gerakan atau tarian, dan
iringan alat musik. Setelah itu, baru muncul agama untuk memberikan petunjuk
bagi manusia supaya menyembah Tuhan Yang Maha Esa.
Aku
menggunakan seni untuk hidup. Kugunakan seni untuk bergaul dengan sesama. Seni
dalam bersikap dan seni dalam berkata-kata. Seni inilah yang mampu membuka hati
manusia sehingga keberadaan kita dapat dirasakan oleh lainnya. Lewat seni,
orang-orang merasa nyaman dengan kita. Oleh karena itu, tepat jika seni adalah
sesuatu yang menggerakkan kalbu/hati manusia. Karena dalam menjalin
silaturahim, hal pokok adalah kesesuaian hati.
Seni erat
kaitannya dengan etika dan estetika. Etika merujuk pada cara, sedangkan
estetika menggambarkan keindahan. Seni harus memiliki kedua unsur tersebut.
Ketika seni dihubungkan dengan etika, seni haruslah dilakukan dengan cara-cara
yang baik. Oleh sebab itu, pada awal pembahasan menyebutkan respon seni, yang
berupa respon positif dan negatif. Menurut Prof. Mutawalli Asy Sya’rawi dalam
bukunya “Anta Tas’alu wa Islaamu Yujiibu”, Islam memandang seni (pahat, lukis,
dan foto) sebagai hukum jaiz, artinya dibolehkan asal tidak merusak moral dan
akhlak manusia dan semata dimaksudkan hanya untuk keindahan dan kecantikan.
Karena Allah SWT juga senang terhadap hal-hal yang indah dan cantik.
Berdasarkan pemaparan tersebut, aku menghimbau agar dalam berseni kita tetap
memprioritaskan hal-hal positif. Tidak ada alasan membebaskan pornografi atas
dasar seni karena pornografi adalah ancaman bagi akhlak manusia.
Begitulah aku memandang seni. Dengan seni kita bisa tertawa, dengan seni kita bisa merasa, dan dengan seni kita pun bisa binasa. Mari kita manfaatkan seni untuk hal-hal positif, agar kita juga meraih nilai-nilai positif darinya. Terlebih kita gunakan seni sebagai benteng hidup di era “akhir” seperti ini. Bersolek adalah seni, bertutur kata adalah seni, bersikap adalah seni, dan menuangkan pikiran lewat tulisan juga seni. Hiduplah dengan berseni.
Begitulah aku memandang seni. Dengan seni kita bisa tertawa, dengan seni kita bisa merasa, dan dengan seni kita pun bisa binasa. Mari kita manfaatkan seni untuk hal-hal positif, agar kita juga meraih nilai-nilai positif darinya. Terlebih kita gunakan seni sebagai benteng hidup di era “akhir” seperti ini. Bersolek adalah seni, bertutur kata adalah seni, bersikap adalah seni, dan menuangkan pikiran lewat tulisan juga seni. Hiduplah dengan berseni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar