Makanan
Asia telah dikenal banyak orang, dan mulai mendunia sejak awal abad XX. Chinese
Food, Japanese Food, Arabian Food dan Indian Food sudah dikenal sejak dulu, dan
mudah ditemui di berbagai belahan dunia, termasuk Amerika dan Eropa. Ada lagi
masakan Melayu (termasuk Indonesia) yang sudah mulai dikenal, bahkan nasi
goreng dan rendang memperoleh posisi tersendiri sebagai makanan terenak di
dunia, meskipun sejarah nasi goreng tidak bisa terlepas dari masakan orang Tionghoa.
Kini ada lagi masakan dari negara Asia yang mulai populer bahkan sudah mulai
menjamur, yaitu Thailand dan Korea. Kemajuan kedua negara tersebut terutama
untuk destinasi wisata yang membuat kebudayaan keduanya makin dikenal, termasuk
kulinernya.
Sekarang
aku akan membahas tentang serba-serbi masakan khas kedua negara tersebut.
Kebetulan beberapa hari ini, aku dan teman-temanku lagi sering iseng hunting
masakan khas Thailand dan Korea. Namun, sebelumnya aku minta maaf karena tidak
semua masakan bisa aku review sebab baru dua resto yang khusus menyajikan
makanan khas tersebut yang aku datangi, Phuket (khusus masakan khas Thailand)
dan Dok Do (ex.Dae Jang Geum) untuk masakan khas negeri gingseng. Di Semarang
sendiri memang belum banyak warung-warung atau resto yang khusus menjajakan
masakan khas keduanya. Dan bagiku sendiri tidak bisa sering-sering datang untuk
sekedar mencicipi karena faktor “value” yang berat di kantong.
Aku
sadar, aku tidak bisa menilai cita rasa sebuah masakan tanpa resto yang “menaungi”-nya.
Sama-sama nasi goreng, tentu beda rasa antara versi Mang Udin sama versi ibu di
rumah. Oleh sebab itu, review kali ini akan membahas mengerucut masakan
Thailand versi Phuket dan masakan Korea versi Dok Do.
Phuket
Resto merupakan restoran waralaba khas Thailand yang sudah dibuka di berbagai
kota di Indonesia, di Jawa Tengah bisa ditemukan di Jogja, Semarang, dan Solo.
Di Semarang sendiri bisa ditemukan di Jalan Dr.Wahidin sebelum SPBU Candi dari
arah Banyumanik. Meskipun mengusung masakan khas Thailand, tetapi aku menemukan
makanan khas negara lain di sana, yaitu Roti Naan India, dan sempat bingung
sebenarnya roti tersebut berasal dari mana.
Beberapa
masakan yang aku cicipi antara lain roti naan susu ala Phuket, ayam goreng
wijen, ayam panggang thailand, ayam goreng sambal bangkok, ayam kari merah,
kwetiau padthai, nasi sapo ayam, dan tak ketinggalan Tom Yam Seafood. Ayam
goreng wijen adalah ayam goreng berbumbu yang ditaburi wijen dengan kremes rasa
keju, menurut aku dan teman-teman rasanya mirip onde-onde rasa ayam. Pendampingnya
ialah sambal khas yang berasa pedas dan asam pekat. Ayam panggang Thailand
selayaknya ayam panggang biasa, full daging dengan saus khas yang manis.
Kwetiau padthai selayaknya kwetiau biasa, tetapi bumbu khas Thailand begitu
kental. Kwetiau yang digunakan lebih mirip dengan kwetiau Jakarta. Ayam kari
merah bisa lebih tepat disebut ayam kari instan, karena bumbu karinya seperti
bumbu kari instan. Cabai merah yang digunakan menyebabkan bumbu kari berwarna
merah. Nasi sapo ayam sangat mirip dengan rice bowl, saus tomat kental terasa.
Sedangkan tom yam seafood mempunyai rasa rempah yang kuat, kuah asam pedas, dan
selain udang dan cumi, terdapat pula beberapa kerang ijo di dalamnya. Menurutku
dari beberapa masakan tersebut bisa dirangking sebagai berikut.
1. Roti Naan ala Phuket
2. Tom Yam Seafood
3. Ayam Kari Merah
4. Nasi Sapo Ayam
5. Kwetiau Padthai
6. Ayam Goreng Sambal Bangkok
7. Ayam Goreng Wijen, terakhir
8. Ayam Panggang Thailand
Dengan
memesan kedelapan menu tersebut, ditemani delapan botol kecil air mineral, satu
gelas jeruk manis, dan satu gelas teh Thailand kami menghabiskan Rp 250.000,00.
Untuk
masakan khas Korea kami memilih Dok Do yang berarti Pulau Dok yakni pulau indah
di perbatasan Korea dan Jepang. Sebelumnya nama restoran ini adalah Dae Jang
Geum. Namun, sekitar awal Juli namanya diganti menjadi Dok Do. Restoran ini
terletak di Jalan Si Singamangaraja, sederetan dengan Hotel Grand Candi.
Beberapa
dish yang kami cicipi adalah
Bibimbap, Sundubu Jjigae, Tteokgalbi, dan Tteokbokki. Bibimbap merupakan nasi campur
berisi sayur, jamur, daging sapi, telur, dan taburan nori. Dalam penyajiannya
juga ditemani dengan saus pedas bernama gochujang. Sundubu Jjigae adalah sup
kuah pedas berisi tahu korea, kerang, telur, dan jeodgal (makanan fermentasi
dari berbagai hasil laut). Tteokgalbi adalah daging sapi panggang berbumbu,
disajikan dengan jamur dan mie khusus (semacam mie soun). Di Korea sendiri,
tteokgalbi biasanya disajikan menggunakan daging babi. Sedangkan tteokbokki
mirip dengan pempek Palembang, terbuat dari tepung beras dibumbui dengan sambal
gochujang, terdapat pula lembaran pasta ikan dalam campurannya. Untuk keempat
masakan Korea tersebut aku tidak bisa memberikan rangking karena semuanya
mempunyai rasa yang enak.
Di
Dok Do Resto, selain dish, pengunjung juga diberikan appertizers dan desserts.
Appertizer yang diberikan berupa kacang-kacangan, acar (termasuk Kimchi), sayur-sayuran,
kerang, dan tahu. Terdapat tujuh macam makanan yang disajikan. Kami juga
diberikan satu pitcher teh secara gratis. Untuk dessert diberikan minuman yang
terbuat dari bahan kayu manis dan jahe, es krim, dan buah-buahan. Ada pula gratisan 1 cup nasi dan 2 potong ikan goreng. Untuk semua
jenis menu, tax, dan servis, kami harus membayar Rp 344.000,00.
Dari
kedua jenis masakan khas Asia tersebut, secara keseluruhan aku lebih suka
masakan Korea. Meskipun baru pertama mencoba, tapi rasanya lebih nyaman di
lidah. Namun, keduanya mempunyai persamaan rasa, yaitu asam manis atau asam
pedas dengan cirri khas bumbu berwarna merah. Dari pada Anda penasaran
bagaimana rasa kedua jenis masakanan khas negara tetangga tersebut, aku
sarankan untuk segera mencobanya.
Bibimbap |
Sundubu Jjigae |
Tteokbokki |
Tteokgalbi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar