Tadi malam aku mendapatkan jarkom dan ajakan dari
seorang teman untuk mengikuti aksi besar-besaran di Simpang Lima Semarang.
Bagaimana tidak besar sebab aksi kali ini merupakan aliansi dari berbagai ormas
dan ormawa Islam di Kota Semarang. Aksi tersebut rencana mengusung beberapa
hal, yang salah satunya ialah penolakan terhadap acara pemilihan Miss World
yang sekarang sedang berlangsung di Nusa Dua Bali. Sebenarnya untuk hal ini aku
sendiri kurang setuju, meskipun tidak sering mengikuti pemberitaannya dan
secara pribadi memang aku kurang suka dengan acara sejenisnya. Namun, aku lebih
mengambil nilai positif yang tentunya akan menguntungkan, terutama bagi promosi
pariwisata di Indonesia. Bagaimanapun sektor pariwisata menurutku lebih
menguntungkan baik secara sosial ekonomi maupun sosial budaya dari pada sektor
industri manufaktur yang sekarang sedang berkembang yang justru banyak
menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan.
Namun, bukan poin tersebut yang akan aku bahas
sekarang. Selama empat tahun menyandang gelar sebagai mahasiswa dan turut aktif
berperan serta sebagai mahasiswa aktivis, bahkan sempat pula diberikan amanah
menduduki posisi penting dalam lembaga mahasiswa, tetapi selama itulah aku
belum dan mungkin tidak akan pernah merasakan “nikmatnya” aksi demonstrasi.
Sebenarnya ketika mendapat pesan singkat dari seorang teman, yang sampai
semester akhir seperti sekarang dia masih menjabat sebagai seorang petinggi
ormawa, aku sempat berpikir untuk ikut dalam aksi yang akan berlangsung nanti
dengan alasan sebagai “pelengkap” kiprahku sebagai mahasiswa. Namun, seketika aku
langsung teringat dengan pesan ayahku dimana beliau melarang keras aku untuk
tidak ikut serta dalam kegiatan aksi mahasiswa. Dalam telaahku pribadi ada
beberapa faktor yang menyebabkan beliau melarangku untuk ikut aksi turun ke
jalan. Dengan aksi yang biasa di media-media dikabarkan berjalan secara anarkis
yang berujung bentrok antara mahasiswa dengan aparat, mungkin membuat ayahku
merasa khawatir dengan keselamatan anak laki-laki satu-satunya ini. Atau
mungkin karena ada alasan lain yang membuat ayahku berkali-kali meneleponku
memastikan bahwa aku sedang tidak ikut serta ketika ada aksi yang berlangsung
di Semarang. Yang pasti ayah memang melarang semua anaknya untuk ikut turun ke
jalan saat demonstrasi berjalan. Namun, aku senang bahwa hal itu adalah salah
satu bukti bahwa ayahku mencintai putra-putrinya.
Ayah memang berpesan sejak lama, berawal dari masa
SMA, pemberangkatanku menuju perantauan menjadi mahasiswa, dan berulang sampai
sekarang. Bahkan ketika aku meminta izin untuk maju mencalonkan diri sebagai
wakil ketua bem fakultas, ayah juga berpesan demikian, dan itu menjadi satu-satu
syarat dari ayah. Dalam hatiku berkata, mungkin kalau aku terpilih menjadi
wakil ketua bem, aku adalah satu-satunya pemimpin ormawa yang tidak mau turun
ke jalan untuk aksi. Sedikit menggelikan memang. Dan ternyata Allah berkehendak
lain, aku tidak terpilih dan justru diamanahkan untuk menjadi tim litbang, semacam
HRD di perusahaan.
Di balik “kekurangan”ku menjadi mahasiswa aktivis
dengan tidak pernah ikut serta dalam aksi mahasiswa, tetap ada kebanggaan
karena aku masih menjadi anak yang berbakti kepada orang tua. Satu kalimat yang
menjadi peganganku adalah hadits Rasulullah SAW yang berbunyi, “Ridho Allah
tergantung pada ridho kedua orang tua, dan murka Allah tergantung murka kedua
orang tua”. Apabila teringat kalimat tersebut, perintah orang tua bagiku
seperti sebuah titah dan peraturan yang tidak bisa dilanggar. Selagi aturan
tersebut baik dan benar serta bermanfaat bagiku pribadi, aku tidak akan
melakukan negoisasi. Sama seperti aturan dari orang tua yang tidak
memperbolehkan putra-putrinya berpacaran selama masih berada di bangku sekolah.
Bagiku, selain memang dilarang dalam ajaran agama, ternyata dengan tidak
berpacaran dapat memberikan banyak manfaat bagiku.
Pesan yang ingin aku sampaikan adalah berbaktilah
kepada kedua orang tua. Dengarkan segala perkataan dan jalankan perintah mereka
sebagai salah satu bukti ketakwaan kepada Allah SWT. Dengan berbakti kepada
orang tua semasa menjadi seorang anak, kelak akan ada balasan dimana anak-anak
kita juga akan berbakti kepada kita. Ingatlah bahwa sesungguhnya merekalah yang
sudah membesarkan kita dengan kasih sayang. Dan ketahuilah bahwa Allah
merahmati kita salah satunya dengan keberadaan mereka. Semoga Allah meridhoi
langkah kita yang mulia.
Stlh aku simak dgn mata n isi kepala secara menelusur. Penuhlah kalimat dlm hati sy kalau pilhan terbaik pd hakikatnya ingat pd komitmen yg terbaik dr yg terbaik. Dan disokong oleh martabat pendidikan yg baik dr keluarga maupun lingkungan setelahnya.
BalasHapusBaiklah org tuamu menyarankan hal itu, krn org tua berpengalaman dlm mengatur managemen prilaku anaknya sebelum kurun waktu mereka berkembang.
Greath Job To your parents. Prediksi dan mental mereka lebih tajam disaat tak terduga.