Sewaktu masih duduk di
bangku sekolah dasar, selain mengikuti sekolah formal, aku juga mengikuti
sekolah agama, boleh dibilang TPQ atau sekolah sore kalau orang Jepara bilang. Dalam
masa pendidikan di sekolah sore tersebut, selain memperoleh pendalaman membaca
Al-Quran, juga diajarkan cara menulis kaligrafi yang kalimatnya dikutip dari
potongan-potongan ayat Al-Quran atau dari peribahasa arab. Di luar perkara
keilmuan, para murid juga diwajibkan untuk menghargai waktu dengan tidak datang
terlambat dan turut menjaga kebersihan kelas.
Sekedar informasi, bahwa aku
mengaji bukan di sebuah Madrasah Diniyah, melainkan datang ke rumah salah
seorang ustad bernama Ust.Suhariyono. Beliau menyulap rumah sederhananya dengan
menyediakan sebuah aula kecil hingga dapat digunakan para murid untuk mengaji
dan sholat berjamaah.
Kembali pada perkara di luar
keilmuan. Dalam hal menjaga kebersihan, Pak Hari, sapaan akrab beliau, tidak
hanya menyuruh kami membersihkan ruang kelas, tapi sewaktu-waktu apabila rumput
di halaman rumah beliau yang cukup luas sudah tumbuh tinggi, para murid juga “diberdayakan”
untuk mencabutinya. Mungkin bagi sebagian orang yang tidak tahu menahu akan
protes, kedatangan para murid tersebut ke rumah Pak Hari bukanlah untuk menjadi
“babu”, tetapi untuk mengaji, mempelajari ilmu agama. Meskipun kami memang
tidak dipungut biaya sepeser pun selama mengaji kepada beliau.
Di lain cerita. Suatu ketika
aku berjalan-jalan di sebuah pusat kota yang notabene setiap tahunnya selalu
mendapatkan predikat kota bersih dengan piala adipura. Seorang anak yang
dibonceng orang tuanya mengendarai sepeda motor tanpa dosa membuang bungkus
susu kemasan yang tadi diminumnya. Melihat setiap sudut jalan kota yang tampak bersih,
aku rasa siapapun harusnya tak tega meninggalkan sampah sembarangan di sana
sebab tentu akan kentara sekali. Namun, entah bagaimana bisa, orang tua si anak
tersebut pun seperti tak ada itikad untuk menegur putranya sendiri.
Terkadang kita sering bahkan
selalu memandang suatu kebersihan sebagai hal sepele. Tanpa kita sadari bahwa
di dalam sebuah kata “bersih” mengandung makna yang sangat dalam. Perkara
kebersihan erat kaitannya dengan kepribadian. Orang yang cinta kebersihan
secara lahiriah dapat dikatakan mempunyai kepribadian yang baik. Kalau kita
menyebut kegiatan korupsi yang dilakukan oleh para koruptor itu sebagai bentuk
kegiatan kotor sehingga banyak orang yang maju sebagai calon eksekutif dan legislatif
sekarang berlomba-lomba mengklaim bahwa dirinya “bersih”. Maka seharusnya kita
dapat mengerti bahwa bersih yang dimaksud berasal dari dalam diri. Begitulah
kira-kira makna bersih yang begitu luas dan dalam.
Seorang ustad bernama
Suhariyono tentu tidak tanpa alasan menyuruh para muridnya untuk ikut
membersihkan halaman rumahnya. Atau mungkin kita ingat, dahulu para guru
meminta muridnya membersihkan toilet yang bau sebagai hukuman bagi murid yang
melanggar peraturan. Semua itu bukannya tanpa alasan. Sebab kalau kita belajar
ilmu tasawuf, ilmu menata hati, kita akan tahu bagaimana kiai-kiai sufi itu
mengajarkan santri-santrinya tentang seni menata hati. Mereka akan keras kepada
para santri dalam hal menjaga kebersihan lingkungan sebab para kiai itu yakin
kalau hati seseorang akan bersih setelah ia bisa membuat lingkungan bersih.
Jadi, kebersihan hati (batiniah) dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan
(lahiriah).
Ada pepatah yang bilang
kalau “Kebersihan sebagian dari Iman”. Hal tersebut benar adanya, sebab bagi
yang mengimani Tuhannya pasti mengimani kebenaran kitab-kitabNya. Sedangkan
dalam kitab Tuhan disebutkan bahwa sesungguhnya Tuhan mencintai orang-orang
yang bersih dan mensucikan diri. Secara nyata, jasad orang akan bersih apabila
berada dalam lingkungan yang bersih. Bagaimana bisa kita menjadi bersih apabila
berada di lingkungan yang penuh sampah, bau, dan berdebu?
Kebiasaan menjaga kebersihan
diri dan lingkungan ini mempunyai korelasi terhadap sikap dan perilaku (akhlak)
seseorang. Orang yang suka terhadap kebersihan akan cenderung selalu berpikir
positif sehingga menghasilkan hal-hal yang bersifat positif pula. Sedangkan
bagi mereka yang jorok, dengan perilaku yang suka membuang sampah sembarangan,
akan cenderung berpikiran negatif, sehingga hal-hal negatif juga akan menempel
pada dirinya, seperti penyakit yang sering datang padanya. Di dalam orang-orang
yang “tidak bersih” ini tertanam sifat-sifat negatif seperti iri, dengki, dan
penyakit hati lainnya. Keirian itu yang membuat orang sering tidak pernah
merasa cukup sehingga muncullah perilaku negatif seperi suka mencuri dan bahkan
korupsi. Bukankah bencana-bencana yang datang di negeri ini juga karena ulah
manusia yang tidak bisa menjaga kebersihan diri dan lingkungan? Sehingga Tuhan
menimpakan hukuman berupa bencana bagi umatNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar