Para Serdadu Rumah Sahabat Cahaya Samudera dengan Cita-citanya |
Indonesia Mengajar merupakan
sebuah program yang menginspirasi diriku untuk berbagi. Meskipun pada dasarnya
aku kurang suka mengajar - itulah alasan kenapa aku tak jadi masuk jurusan kependidikanan
- tetapi kegiatan mendidik tersebut selalu membuat semangatku membuncah,
terutama ketika mengajar adik-adik usia sekolah dasar. Dan pada dasarnya aku
memang penyuka anak-anak, kelucuan dan keluguan mereka selalu memberikan warna
ceria dalam hidupku.
Suatu ketika seorang teman
mengajakku untuk membuat sebuah komunitas peduli lingkungan. Kebetulan aku juga
mempunyai pemikiran yang sama setelah beberapa hari berdiam di rumah, tanpa
kegiatan yang berarti, selain menulis di blog ini. Berkeliling pantai
menggunakan sepeda menjadi rutinitas setiap pagi, tapi selalu ada kekecewaan
ketika menyambangi tepian pantai, yaitu perkara sampah plastik yang selalu
ditinggalkan pengunjung di pantai wisata tersebut. Itu yang menjadi awal pemikiran
kami. Namun, seiring berjalannya waktu kami agak sedikit kesulitan mengumpulkan
massa sehingga niat kami untuk membentuk sebuah komunitas bisa terlaksana.
Kami pun tak kehilangan akal,
kami mencoba belajar dari teman-teman yang sudah berhasil membangun
komunitasnya. Temanku tadi bernama Rian, dia kemudian mendekati komunitas
Jepara Berkebun untuk belajar banyak hal dari mereka. Sedangkan aku? Kebetulan
posisiku sedang di Semarang. Salah seorang teman kampus hendak me-launching
komunitas barunya dan kebetulan hadir juga beberapa founder komunitas yang
lain. Dari situlah aku bisa bertemu dengan orang-orang yang luar biasa, mereka
yang peduli dengan lingkungannya, ada yang bahkan sangat peduli meskipun yang
mereka naungi bukanlah "sanak-kadang" mereka sendiri. Mereka mengajar dan
mendidik anak-anak. Setelah acara selesai kusempatkan untuk mengobrol dengan
beliau-beliau untuk menggali lebih dalam seraya memantapkan niat dan semangat
yang kian membuncah.
Beberapa bulan sebelumnya
aku berniat pergi belajar bahasa inggris ke Pare. Aku pikir persiapanku sudah
matang. Restu orang tua sudah kukantongi, informasi sudah kuperoleh, tanggal
sudah kutentukan, tinggal pesan dan berangkat. Namun, tiba-tiba pikiran dan
niat ini berubah. Semangat ke Pare yang tadinya membara, kini melempem, bukan
lantaran Pare tak menarik lagi, tapi aku punya misi lain yang jika Tuhan
mengijinkan, misi ini akan sangat bermanfaat, bagi orang lain dan bagi diriku
sendiri.
“Ibu, aku ingin membuka les
bahasa inggris untuk anak-anak tetangga, yang masih SD.” kurang lebih seperti
itu yang kukatakan kepada ibuku lewat telpon. Dan sepeti biasa, ibuku memang
orang yang tanggap, dan terlalu tanggap menurutku waktu itu. Seketika ibu
langsung woro-woro ke tetangga bahwa aku akan mengajari anak-anak mereka
berbahasa inggris. Sontak hal itu membuatku kaget. Artinya aku harus segera merealisasikan omonganku tadi.
Dua hari berikutnya aku segera pulang ke Jepara. Niat yang
beberapa hari sempat tertunda lantaran ada saja hal yang harus kulakukan di
Semarang. Karena tangan kananku sakit tepat semalam sebelum aku pulang,
akhirnya aku memutuskan untuk pulang naik travel. Sesampainya di rumah segera
aku bahas hal ini dengan orang tuaku. Persiapan pun aku mulai di tengah kondisi
jari yang membiru.
Dan akhirnya, niat itu
berbuah nyata. Datanglah enam belas anak-anak yang semuanya perempuan ke
rumahku. Dengan raut wajah ceria mereka menyapaku hangat. Aku semakin
berapi-api melihat semangat belajar mereka yang membara. Di dalam kelas
sederhana yang aku buat, mereka menunjukkan antusias yang luar biasa. Meskipun
sikap malu-malu khas anak-anak begitu kentara. Dengan dorongan dan pendidikan
yang baik, aku yakin kelak mereka akan bisa jauh lebih baik lagi.
Aku tidak sendirian mengajar
waktu itu. Dengan ditemani sepupuku, Ratih, kami berdua bak pengajar muda di
Indonesia Mengajar. Adik-adik pun tidak canggung kepada kami. Kepolosan mereka
sering membuat kami tertawa bahagia. Niat kami berbagi ilmu dibalas dengan
semangat yang diberikan oleh mereka.
Di pertemuan kedua jumlah
peserta didikku bertambah, kali ini para laki-laki juga ikut datang meskipun
jumlah mereka tak sebanyak yang perempuan. Namun, meskipun dengan jumlah yang sedikit,
semangat mereka juga tak dapat diremehkan.
Sebagai manusia, kita
mungkin terlalu sibuk mengejar cita-cita. Kita bisa menjadi orang yang hebat di
bidangnya. Kita bisa memperoleh pendidikan yang tinggi, bisa memperoleh prestasi
yang gemilang, menyambangi berbagai belahan dunia bukan dengan uang sendiri,
lalu bermuara dengan pekerjaan yang prestigious. Namun, ingatkah kita dengan
mereka, anak-anak itu? Mereka butuh uluran tangan kita. Sekarang saatnya kita
berbagi, bukan diberi.
Kalau kita bermimpi
Indonesia bisa lebih baik lagi, maka aku berharap hal itu dapat terwujud dari
tangan kita.
Mari kita renungkan.
Sebuah gelas tak dapat diisi saat penuh, harus dikeluarkan isinya agar mampu menampung air (lagi).
buat rainbow troops kita sendiri
BalasHapus"sebaik2nya manusia adalah yg bermanfaat bagi sesamanya" bukan begitu Pak Ustadz? :)
Hapus