Malam pergantian tahun
memang sudah lama menjadi moment yang dinanti-nanti, bahkan sejak zaman
kekaisaran Romawi. Cara perayaannya pun beragam, dari pesta kembang api, pesta minuman,
sampai kegiatan berhubungan suami-istri. Tak terkecuali di Indonesia yang
mayoritas penduduknya beragama Islam. Kalau kita tahu bagaimana sejarah
terbentuknya kegiatan tahun baru masehi, tentu kita paham kenapa para
alim ulama melarang keras perayaan pergantian tahun tersebut. Bahkan di
provinsi seperti NAD, polisi syariah perlu bekerja keras membasmi kegiatan yang
banyak mudharatnya itu. Namun, sebagian ulama menyarankan peringatan pergantian
tahun diisi dengan kegiatan keagamaan (bagi umat muslim) seperti berdoa
bersama, tadarus, dan perbanyak sholat sunnah untuk merenungi masa-masa yang
sudah terlewat dan berharap masa ke depan akan jauh lebih baik.
Sabda Nabi SAW, “Barang
siapa yang tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya maka dia termasuk
orang-orang yang beruntung. Barang siapa yang tahun ini sama dengan tahun
sebelumnya maka dia termasuk orang-orang yang merugi. Dan barang siapa yang
tahun ini lebih buruk dari tahun sebelumnya maka dia termasuk orang-orang yang
rusak.”
Malam tahun baruku sendiri bisa
dikatakan sangat sepi. Ya, aku memang tidak merayakannya, baik dengan berpesta
pora maupun berdoa bersama. Aku menikmati malam pergantian tahun dengan berdiam
di rumah, seperti biasa setelah sholat dan mengaji, aku berada di depan televisi
bersama keluarga lalu membaca buku sambil mendengarkan radio sebagai pengantar
tidur. Kebetulan malam itu ada dua keponakanku yang datang untuk liburan,
aktivitas keduanya juga sama denganku, menonton tv dan bermain game di
handphone.
Rumahku hanya berjarak tak
kurang 200 meter dari tempat wisata. Dari tempat tersebut terdengar keras
suara alunan musik dangdut dari panggung hiburan di area wisata, musik-musik
jazz atau apalah dari beberapa resort milik swasta. Jalanan depan rumah begitu
ramai lalu-lalang kendaraan orang yang hendak merayakan malam pergantian tahun.
Malam yang langka bagiku. Kelihatannya memang sangat ramai, sampai-sampai hotel di
depan rumahku pun parkirannya penuh dengan mobil.
Kondisi berisik itu
membuatku tak nyaman, terlebih untuk kedua orang tuaku. Mereka bahkan sudah
berbaring di tempat tidur pada pukul 8.00. Sedangkan aku sendiri pukul 9.30
karena menemani keponakanku menonton tv. Keponakanku yang kecil aku suruh tidur duluan karena terlihat sudah mengantuk. Aku janjikan padanya untuk membangunkan
pada pukul 00.00 untuk melihat kembang api, tapi rupayanya dia tak begitu
tertarik.
Menjelang pukul 00.00 aku
terbangun. Terdengar beberapa sms masuk, rupanya dari beberapa teman baru yang
mengucapkan selamat tahun baru dengan doa-doa yang menyertai. Dari kejauhan
juga terdengar MC acara musik mengucapkan hal yang sama. Beberapa saat kemudian
terdengar suara gemuruh kembang api bermunculan diiringi kendaraan yang menuju arah pulang. Aku sempatkan untuk mengintip dari balik jendela. Aku tak jadi
membangunkan keponakanku lantaran sepertinya kurang menarik juga baginya. Selang
beberapa detik setelah kembang api berhenti menyala, hujan pun turun dengan
lebat. Aku putuskan untuk tidur kembali dan bersiap bangun lagi pada jam 3.00 untuk
sholat.
Kali ini aku bangun kesiangan,
melihat jam menunjukkan pukul 4 lebih 2. Hujan disertai angin menyiutkan nyaliku
untuk ke belakang. Tak lama kemudian terdengar angin begitu kencang lewat, terdengar
sangat keras, hanya lewat beberapa detik. Setelah itu aku bangun untuk
mengambil air wudlu dan bergegas sholat subuh. Ba’da sholat ibuku menemuiku
meminta tolong agar aku dan bapak membantu omku, kabarnya warung beliau yang di
pantai porak poranda terkena angin. Kami pun segera bergegas menuju ke sana.
Hujan masih mengguyur,
beberapa lampu warung masih menyala, tetapi yang lain tidak. Ternyata yang
kudengar subuh tadi adalah angin puting beliung. Angin tersebut berhasil
menumbangkan beberapa pohon besar dan merobohkan beberapa warung semi permanen
di sana, termasuk warung omku. Namun, kelihatannya warung omku-lah yang paling
parah, sebab separuh atapnya sampai rusak parah, genting-genting yang
menyelimutinya berguguran ke tanah.
Ternyata di belakang warung
omku berdiri sebuah panggung besar bekas acara musik dangdut semalam. Kondisinya
juga sangat parah. Panggung yang terbuat dari besi tersebut sampai
bengkok-bengkok, bahkan atapnya terpisah jadi dua bagian, yang satu terpisah
sekitar 2 meter dengan kondisi ringsek dan bagian terpalnya terpisah kira-kira
30 meter. Hanya dalam hitungan detik tetapi angin itu mampu membuat semua luluh
lantah. Padahal rencananya panggung tersebut akan direlokasi ke tempat lain
untuk acara hiburan serupa.
Itulah kuasa Allah
memberikan peringatan kepada hambaNya. BagiNya itu sangat kecil dan mudah untuk
dilakukan. Namun, Allah memang Maha Pengasih, dalam murkaNya, Dia masih
menunjukkan rahmatNya. Dalam kondisi angin seperti itu, omku sudah terbangun,
setelah sholat subuh beliau berencana merapikan dagangannya. Kalau saja omku
masih tidur, kemungkinan terburuk bisa terjadi padanya. Omku termasuk muslim
yang taat, mungkin ini ujian dari Allah untuknya dan keluarga. Mungkin kenapa
juga hanya warung omku yang rusaknya paling parah sebab menurutku diantara
pedagang yang lain omku paling berada, kalau hari ini beliau tidak bisa
berjualan, masih ada usaha lain yang bisa menambah pundi-pundinya. Allah
menunjukkan kuasaNya, keadilanNya, serta rahmatNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar