Menikmati malam di Cibeo menjadi pengalaman yang seru buatku. Terdapat sekitar seratus rumah di sana. Rumah-rumah itu tidak dilengkapi dengan lampu neon, penerangan hanya menggunakan lampu teplok, masing-masing hanya satu. Ketika malam tiba, semua aktivitas dihentikan. Paling hanya mengobrol dengan tetangga sekitar, selanjutnya bergegas istirahat untuk menyambut aktivitas keesokan harinya.
Aktivitas MCK semua dilakukan di sungai. Masyarakat Baduy
Cibeo telah membagi area sungai menjadi dua bagian berdasarkan alirannya, yang
pertama untuk buang air, dan yang kedua untuk mandi dan mencuci. Masing-masing
sudah terpisah antara kaum laki-laki dan perempuan. Aku sendiri tidak mandi
selama di Cibeo, hanya cuci muka, tangan dan kaki, begitu juga dengan Rian.
Suasana ramah Cibeo membuat kami nyaman meskipun tanpa mandi. Bukan berarti
ngeles karena malas mandi ya,hehe.
Semakin petang, Cibeo semakin penuh dengan rombongan wisatawan.
Kurang lebih ada tiga ratus orang yang datang hari itu. Mungkin moment-moment
seperti inilah yang mampu membuat Cibeo terasa hidup. Aku sendiri tak bisa
membayangkan, bagaimana sunyinya Cibeo kalau tidak ada kami. Namun, meskipun
malam itu cukup ramai. Aku tidak merasa terusik sebab homestay kami cukup jauh
dari keramaian, aku sendiri bersama para rombongan lelaki tinggal di rumah Pak
Sarip yang rumahnya terletak di gerbang Cibeo, sebenarnya bukan gerbang juga,
tapi memang rumah keluarga Pak Sarip ini menjadi rumah pertama ketika memasuki
Desa Cibeo. Sedangkan para wanita menempati kediaman Kang Jali dan satu rumah
lagi. Kang Jali inilah yang menjadi pemandu kami selama di Cibeo.
Sudah di Cibeo rasanya kurang afdol kalau tidak menikmati
malam di sana. Meskipun badan sudah sangat lelah dan harus segera
diistirahatkan, tapi Mas Agus dengan semangatnya mengajak aku dan Rian jalan-jalan
mengitari desa menikmati langit yang mengkristal. Dan kuputuskan untuk ke
Alun-Alun (tanah lapang di pusat desa yang kemudian kami anggap sebagai
alun-alun) untuk menikmati langit yang mengkristal itu.
Suasana malam di Alun-Alun begitu ramai penuh orang berlalu
lalang menuju ke sungai untuk bersih diri. Kami putuskan untuk duduk di
tengah-tengah menikmati langit sambil bercerita-cerita tentang banyak hal.
Awalnya kami bertiga tidak mendapatkan kristal yang kami harapkan. Namun,
kelamaan awan mendung yang menyelimuti langit menyibak membentuk garis oval,
memperlihatkan bintang-bintang yang berkilauan. Subhanallah, betapa cantiknya
langit malam itu. Bagaikan Kristal yang terukir indah di atas semesta. Aku
teringat malam-malam indah di Karimun Jawa bertahun yang lalu.
Malam semakin larut, namun orang-orang masih banyak yang
aktif bercengkerama satu sama lain. Karena rasa kantuk yang mulai terasa
akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke homestay.