Kali ini aku dapat kesempatan untuk Kerja Dinas ke Kota
Medan. Yah, namanya juga Sadam, setiap moment yang dilewati harus berkesan.
Ditemani oleh Mas Achmad Subekhi, perjalanan dinas ke Medan kali ini tidak
boleh hanya ala kadarnya. Sesi traveling harus tetap menjadi agenda, meskipun
di tengah keterbatasan waktu dan sarana.
Gedung Gubernur dan Bank Indonesia Sumut di Medan |
Kota Medan, dengan ikon khas Istana Maimun yang merupakan
peninggalan desainer Italia untuk Kerajaan Deli, penduduk asli Medan yang pada
dasarnya adalah Suku Melayu. Ini adalah kota pertama yang aku kunjungi di Pulau
Sumatera. Selain Istana Maimun, durian, bentor atau becak montor, dan kereta
(sebutan orang Medan untuk sepeda motor) adalah khasanah khas dari Kota Medan.
Medan tak jauh berbeda dengan kota – kota besar yang ada di
Pulau Jawa. Suasana yang ramai, penuh dengan manusia dan kendaraan. Kota yang
juga mengklaim sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan
Surabaya ini rupanya sudah banyak beridiri bangunan – bangunan pencakar langit
serta mall-mall yang terlihat modern. Medan juga menyimpan banyak rekaman dalam
catatan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia, ialah Pertempuran Medan Area yang
menceritakan perjuangan pemuda Sumatera Utara melawan Tentara Sekutu dan NICA
pada Oktober 1945.
Selain menyimpan catatan sejarah, Kota Medan juga menyimpan
banyak sekali kuliner khas nusantara, di antaranya ialah Warung Sipirok yang
menjajakan masakan khas Batak dan Ucok yang menjajakan durian montong Medan. Di
Sipirok yang paling aku sukai adalah daging asap dan daun singkok tumbuk. Rasa
daging asapnya pedas dan bikin nagih. Di Medan juga terdapat banyak masakan
khas Sumatera lainnya, terutama Aceh. Bagi orang Medan, Mie Aceh yang dijual di
Medan rasanya lebih enak daripada Mie Aceh yang ada di Aceh sendiri. Aku
sendiri sempat mencicipi gurihnya Kari Kambing di Medan Timur.
Miniatur Istana Maimun di Kualanamu Int'l Airport |
Memang tidak banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi di
Medan, tetapi kota-kota penyangga Medan menyimpan banyak tempat wisata menarik
yang laik untuk dikunjungi, diantaranya adalah Berastagi dan Samosir. Karena
untuk mencapai Samosir memerlukan waktu yang tidak singkat yakni sekitar 5 jam,
maka kami memutuskan untuk mengunjungi Berastagi yang hanya memerlukan waktu
tempuh tidak lebih dari 2 jam. Berastagi sebenarnya merupakan nama sebuah
kecamatan yang terletak di Kabupaten Karo. Di Berastagi, kami menginap di salah
satu hotel yang cukup menarik, ialah Hotel Bukit Kubu. Bangunan hotel berbentuk
rumah khas Batak serta lapangan yang luas menjadi daya tarik bagi Hotel Bukit
Kubu.
Perjalanan ke Berastagi kami tempuh dengan perjalanan malam.
Jalanan yang berkelak – kelok, udara yang dingin, serta banyak truk-truk besar
menjadi teman kami malam itu. Aku dan Mas Achmad ditemani oleh Mba Noura dan
kawan-kawan.
Kami tidak berlama-lama di Berastagi, setelah subuh, kami
menikmati pagi sebentar lalu pulang. Pagi di Berastagi sangat sejuk. Suasana hotel
juga mendukung, dengan padang rumput yang luas dan tertata rapi. pepohonan,
serta bunga-bunga yang warna-warni. Sungguh rumah impian sekali.
Kami menyempatkan sarapan pagi di Warung Bahagia di Desa
Peceren. Menu sarapanku sendiri pagi itu adalah Lontong Pecal dan Cendol Hangat.
Pecal yang dimaksud adalah Pecel, tetapi sayuran yang digunakan berbeda. Pecal
terdiri dari batang genjer, daun papaya, dan daun bayam yang disiram dengan
bumbu kacang dengan rasa kencur yang menyengat. Rasanya cukup menarik, terutama
bagi penyuka sayur-mayur.
Suasana di Hotel Bukit Kubu |
Dari Warung Bahagia kita mampir ke Penatapan. Penatapan ini
sebenarnya mirip dengan Gombel yang ada di Semarang. Hanya saja kalau di
Gombel, warung-warungnya berupa resto modern, kalau di Penatapan, warung-warung
masih sederhana milik warga setempat. Sensasinya sama, melihat pemandangan
indah bukit – bukit di Karo. Yang unik lagi, banyak monyet-monyet hutan berada
di sekitar warung-warung di Penatapan. Mereka beberapa kali bahkan berani
mendekat ke pengunjung.
Puas dengan Berastagi, kami bersiap untuk kembali ke
Jakarta. Bolu Meranti, Bika Ambon, dan Pancake Durian sudah ditangan. Kali ini
aku dan Mas Achmad merealisasikan keinginan kita, yaitu naik kereta eksekutif dari
Stasiun Merdeka ke Bandara Kualanamu, yang bernama Railink. Harga tiket Railink
ini adalah Rp 80.000 dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Bagiku, moda seperti
itu sebaiknya sudah diterapkan di semua Bandar udara internasional di seluruh
nusantara.
Medan, berkesan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar