Terkisah di Negara Uzbekistan terdapat seorang anak yang
sejak lahir selain sudah yatim juga menderita kebutaan. Kedua matanya tidak
dapat melihat. Anak tersebut bernama Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin
Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju’fiy Al Bukhari. Sepanjang hari
ibunya selalu berdoa, meminta kepada Allah supaya anak lelakinya tersebut
diberikan Rahmat dapat melihat. Doa dipanjatkan tiada henti sampai akhirnya
pada usia 10 tahun, anak lelaki tersebut bisa melihat dengan kedua matanya
sendiri. Sebagai rasa syukurnya, Sang ibunda mengirimkan anak tersebut ke
majlis pendidikan hingga akhirnya anak lelaki tersebut menjadi salah satu
perawi hadits yang kita kenal dengan Imam Bukhari.
Begitulah kenyataan kekuatan sebuah doa. Allah berjanji
kepada umatNya akan mengabulkan semua doa yang dipanjatkan dengan
sungguh-sungguh dan penuh harap.
"Dan Rabb-mu berfirman: 'Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina'." – (QS. Al Mu’min : 60)
Sebuah doa yang dipanjatkan kepada Rabbnya, menjadikan
sesuatu yang tadinya tidak mungkin menjadi mungkin. Karena tidak ada yang tidak
mungkin bagiNya (Iradah). Seperti halnya kisah di atas. Albukhori bisa sembuh
dari kebutaan yang dialaminya tanpa sebuah operasi replantasi dan sejenisnya.
Efek dari sebuah doa juga sering aku alami dalam kehidupan
sehari-hari. Sebagai salah satu contoh yang kisahnya hampir sama dengan kisah
Imam Bukhori. Sedari kecil aku terlahir cedal, tidak bisa mengucapkan konsonan
R. Sampai terkadang itu menjadi bahan ejekan orang-orang di sekitarku. Ibuku
selalu memotivasiku dengan kalimat, “Kamu tidak perlu cemas karena kebanyakan
orang-orang cedal terlahir sebagai orang yang cerdas, Pak Habibie misalnya”.
Aku pun menjalani hari-hariku dengan penuh percaya diri.