Bercerita tentang sosok Raden Ayu Kartini, putri dari
seorang Bupati Jepara yang hidup dalam masa feodalisme. Gadis kecil cerdas yang
tumbuh di tengah lekatnya adat Jawa yang kaku di masa itu. Di balik perjuangan
Kartini membebaskan diri dan kaumnya dari keterkekangan, terdapat berbagai
sosok yang juga turut mendukung langkahnya, mereka ialah kakaknya,
Sosrokartono, ayah dan ibunya, sahabat penanya, Stella, dan banyak lagi. Kalau
menilik perjuangan Kartini dan dua saudaranya, Rukmini dan Kardinah, tidaklah
mudah. Namun, langkahnya itu dapat terbantu berkat jasa ayahnya, yang juga
menjabat sebagai seorang Bupati.
Ragamu boleh terkurung, tapi jangan pikiranmu.
Belajar dari kehidupan seorang Kartini, memiliki ayah yang
senantiasa mendukung gerak langkahnya, aku pun merasa berada pada posisi yang
sama. Aku bersyukur Allah menitipkanku pada seorang ayah, dan tentunya ibu, yang
selalu mendukung dan mempercayaiku dalam mengambil langkahku sendiri.
Sejak duduk di bangku sekolah, Bapakku selalu membebaskanku
dan memberikan kepercayaan penuh padaku dalam mengatur pendidikanku. Beliau
memang mengarahkan, tetapi tidak mengekang. Beliau menasihati, tapi tak
menghakimi. Begitu kurang lebih cara beliau mendidikku.
Saat di luar sana banyak orang tua yang tidak memperbolehkan
anak-anaknya untuk mengikuti berbagai kegiatan ekstrakulikuler karena takut
nilai akademisnya tidak maksimal, Bapakku justru mengijinkanku mengikuti
berbagai kegiatan yang aku mau. Beliau hanya sesekali mengingatkan aku tentang
konsekuensi yang harus aku hadapi, apakah itu? Bukan nilai akademis yang
mungkin akan turun, tetapi tuntutan manajemen waktu yang harus aku hadapi. Orang
lain mungkin bisa menghabiskan waktu berjam-jam bermain video games atau
berlama-lama nongkrong di café, tapi aku tidak. Itu saja konsekuensinya? Oh
tentu bukan, aku juga masih bisa kok bermain games dan nongkrong di café bersama
teman-teman. Atau bahkan kumpul sambil menyewa film, tapi aku masih punya
segudang “PR” yang harus segera diselesaikan.
Ya, itu salah satu hal yang aku syukuri dalam hidup.
Memiliki sesosok ayah yang mempercayaiku dengan penuh. Kepercayaan itu yang
menjadi modal bagiku untuk melangkah tanpa beban. Namun, kepercayaan sebagai
modal yang sudah di genggaman harus dipegang teguh, jangan sampai ternodai.
Sebab benar kata orang bijak, meraih itu mungkin mudah, tapi mempertahankan
akan sulit. Kepercayaan yang telah diberikan jangan disia-siakan, pegang teguh
kepercayaan itu, jalani dengan penuh amanah. Sebab ia yang mampu membebaskanmu
menjalani dirimu dengan pilihanmu sendiri. Bagaikan Kartini, menentang kekakuan
adat yang mengurung kebebasan wanita untuk menuntut ilmu. Ia mendapatkan kepercayaan
penuh dari Sang Ayah hingga akhirnya ia berhasil meyakinkan ayahnya terhadap cita-cita
yang hendak ia capai.
Jepara, 21 April 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar