Pagi buta mekarlah bunga, ayam berkokok pratanda cinta
Rembulan dan merpati berganti, tapi tak saling mengganti
...
Halo sobat blogger, udah lama banget aku ngga nulis. Mungkin kalau niat di hati ini segera terealisasi, sudahlah terbit beberapa tulisan di dinding beranda ini.
|
Gambar Ilustrasi, sumber : kompasiana |
Ambulans dan Empati, jadi ceritanya budhe aku sakit dan pertu CT Scan untuk ngecek kondisi kepala. Karena CT Scan di rumah sakit di Jepara rusak, maka harus dirujuk ke Kudus, maklum ya karena kota kecil hehe. Nah nganter ke Kudusnya sendiri pake ambulans.
Sekilas cerita tentang jalan Jepara-Kudus yang sering aku lewati paling tidak seminggu dua kali, karena aku bekerja di Kudus dan tinggal disana sedangkan rumah ada di Jepara. Kondisi jalan sudah beraspal mulus, kelas jalan Nasional (Jepara-Gotri) dan Provinsi (Gotri-Kudus). Meskipun kelas nasional, tapi lebar jalan di Jepara tak selebar jalan Pantura apalagi yang sudah dibuat median. Jepara dan Kudus merupakan salah satu kota yang dikenal dengan industrinya, Jepara dengan furniture dan Kudus dengan rokok, dan sekarang ini Jepara justru menjadi lokasi favorit eksodus perusahaan-perusahaan asing padat karya dari Jabodetabek dan Jatim. Jadi bisa dibayangkan betapa padatnya jalur yang akan kami lewati, bahkan kalau weekdays terjadi kemacetan panjang di beberapa titik. Jarak Jepara-Kudus sekitar 30 km dan dengan gayaku nyetir, biasanya membutuhkan waktu paling tidak 80 menit.
Sebenarnya sudah lama ingin aku menulis tentang ambulans dan kaitannya dengan rasa empati masyarakat sampai akhirnya aku sendiri yang diberikan kesempatan untuk pertama kalinya naik mobil itu. Karena aku sering jengah dengan kelakukan masyarakat kita yang masih acuh kalau ada ambulans lewat.
Sepanjang perjalanan aku menjadi pengamat sambil memegang tangan Budhe yang selalu beristighfar. Aku lihat banyak pengemudi yang sudah mulai sadar ketika mendengar sirine. Mereka mulai pasang sign kiri lalu minggir, tapi tidak sedikit juga yang masih acuh, terutama mobil dengan plat kota tertentu. Aku bukanlah tipe orang yang suka menjadikan stereotip warga kota tertentu, aku hanya mengamati, mungkin ini kaitan dengan kebiasaan di lingkungannya karena "desa mawa cara". Begitupun dengan kelakukan kendaraan roda dua, masih banyak yang suka selap-selip padahal sudah jelas ambulans mau lewat.
Ini menjadi tugas dan tanggung jawab bersama untuk mengedukasi dan memberikan penyadaran kepada mereka yang belum tergugah hatinya. Aku pribadi mengajak rekan-rekan semua dimulai dari diri sendiri dengan bersikap empati di jalan, terutama ketika ada kendaraat darurat yang hendak lewat seperti ambulans dan mobil pemadam kebakaran. Selain itu juga mengajak yang lainnya dengan menyebarkan seruan secara langsung maupun media sosial, agar orang lain tertular energi positif kita.
Namun, dari pengalaman kemarin aku bersyukur ternyata banyak orang kita yang sudah terbentuk rasa peduli dan empatinya. Juga tumbuh rasa optimis dengan masa depan masyarakat yang semakin beradab. Alhamdulillah.
Satu hal yang membuat aku semakin takjub adalah kehadiran mas-mas pencari jalan untuk ambulans. Sebenarnya aku sering melihat mereka ini ketika ada ambulans lewat, tapi sekarang aku yang merasakan kebaikan mereka. Bak seorang superhero, mereka muncul secara tiba-tiba dan saat keadaan sudah darurat. Waktu perjalanan ke Kudus, seseorang datang saat sudah di Mayong, dan waktu balik ke Jepara, dua orang muncul saat di Gotri Kalinyamatan. Mungkin mereka ini semacam komunitas atau belum tentu juga. Yang pasti suatu saat aku pengen ketemu dengan mereka, meski hanya sekedar berucap terima kasih. Mereka yang sudah dengan sigap dan siap mempertaruhkan keselamatannya untuk mencarikan jalan bagi mobil ambulans. Dalam hal ini, mereka-merekalah yang secara tidak langsung mengedukasi masyarakat dalam berempati saat mobil ambulans lewat. Ya, aku selalu takjub dengan orang-orang yang terbangun jiwa sosialnya. Sayang, aku ngga sempat pegang ponsel untuk mengambil gambar.
Yang harus selalu kita ingat, ketika ada ambulans lewat dan sirinenya berbunyi, ia sedang membawa pasien kritis yang membutuhkan pengertian kita. Pasien tersebut perlu segera sampai ke tempat tujuan untuk memperoleh pertolongan. Atau ambulans tersebut sedang membawa jenazah yang harus segera disemayamkan. Maka berikanlah jalan. Posisikan diri kita sebagai keluarganya yang cemas di dalam mobil ingin cepat sampai, atau posisikan diri kita sebagai orang yang sakit dan butuh pertolongan segera. Itulah empati, yang harus tumbuh di dalam hati.
Sekarang saatnya aku, kamu, dan kalian semua yang mengambil peran. Yuk sebarkan semangat positif mas-mas itu lewat perilaku dan media sosial yang kita punya. Mari kita bantu pemerintah kita mewujudkan masyarakat kita yang lebih beradab. :)
Pagi buta mekarlah bunga, ayam berkokok pratanda cinta
Rembulan dan merpati berganti, tapi tak saling mengganti
Tuhan ciptakan hati manusia, untuk diisi cinta
Ambulans dan empati datang, untuk melunakkan hati